Selasa, 10 Februari 2009

profil negra finlandia

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Finlandia mempunyai sejarah yang bergelora. Sejak tahun 1154, negara ini telah menjadi bagian Kerajaan Swedia. Pada abad ke-18, negara ini telah diduduki oleh tentara Rusia sebanyak dua kali. Pada tahun 1808, Finlandia telah ditakluki tentara Kaisar Aleksandr I dan kemudian terus menjadi kadipaten agung berautonomi di bawah Kekaisaran Rusia hingga akhir tahun 1917.
Era tahun 1860-an telah menyaksikan kebangkitan semangat nasionalisme rakyat Finland dan kelahiran pergerakan Fennoman. Pada tanggal 6 Desember, 1917, beberapa bulan setelah Revolusi Bolshevik di Rusia, Finlandia telah menyatakan kemerdekaannya. Walaupun begitu, negara ini hanya mencapai kemerdekaan secara resmi pada 3 Januari 1918 dan pertikaian perbatasan telah diselesaikan setelah Perjanjian Tartu ditandatangani pada 1920. Namun demikian, ancaman Uni Soviet tidak berakhir di situ saja. Sewaktu Perang Dunia II, Finlandia telah menentang Uni Soviet sebanyak dua kali: pertama pada Perang Musim Dingin antara 1939–1940 dan Perang Sambungan antara 1941–1944. Pada 1944, Finlandia sekali lagi diserang, kali ini dari pihak tentara Jerman dalam Perang Laplandia 1944-1945, di mana tentara Finlandia berhasil mengusir tentara Jerman dari sebelah Utara Finlandia. Setamat perang, pemerintah Finlandia telah memetarai beberapa perjanjian dengan negara tetangganya yang besar yaitu Uni Soviet antara 1947-1948 serta menyerahkan wilayah-wilayahnya yaitu Karelia, Salla dan Petsamo kepada negara tersebut.
Selepas perang, Finlandia berada dalam keadaan yang berbahaya sebagai negara penyangga antara kuasa besar komunis Uni Soviet dan negara-negara demokratis yang lain di Eropa. Oleh karena itu pada tahun 1948, negara ini terpaksa menandatangani perjanjian Finlandia–Soviet iaitu Perjanjian Persahabatan, Kerjasama, dan Saling Menguntungkan, yang juga dikenali sebagai Perjanjian YYA. Perjanjian ini penting untuk memastikan kelangsungan hidup Finlandia sebagai sebuah negara kapitalis demokratis. Pada dasarnya dalam perjanjian ini, Finlandia mesti kekal sebagai sebuah negara netral sewaktu Perang Dingin dan membendung serangan apapun terhadap Uni Soviet melalui Finlandia.
Era pascaperang telah menyaksikan pembangunan ekonomi yang pesat dan kestabilan politik di Finlandia. Negara yang dulunya hampir musnah akibat perang yang berkepanjangan telah bangkit menjadi sebuah ekonomi yang sangat kompetitif dan berteknologi tinggi. Walaupun mempunyai perhubungan yang tidak baik dengan Uni Soviet, negara ini merupakan salah satu rekan dagangannya yang utama. Oleh karena itu kejatuhan Uni Soviet pada 1991 telah memberi tamparan yang hebat kepada ekonomi Finlandia. Namun demikian, dalam masa yang singkat negara ini telah pulih kembali. Malah pada tahun 1995 negara ini telah diterima untuk menyertai Uni Eropah. Kini, Finlandia dianggap sebagai sebuah negara yang sangat maju terutama dalam penggunaan internet dan industri telepon genggam. Selain itu, negara ini cukup terkenal dengan sistem pendidikan dan sistem sosial yang cemerlang.

Asal nama Finlandia (Suomi dalam bahasa Finlandia) tidak jelas namun kemungkinan besar kognatnya adalah kata proto-Baltik *zemeberarti "tanah". Menurut teori yang lebih awal nama ini diturunkan dari suomaa atau suoniemi.
Eksonim Finlandia mirip dengan seperti nama tempat Skandinavia Finnmark, Finnveden dan ratusan toponim lain yang berawalan "Fin(n)" di Swedia dan Norwegia. Beberapa nama itu jelas diturunkan dari finnr, kata Jermanik untuk pengembara/penemu dan kemudian diperkirakan berarti "pemburu pengumpul" nomadik atau petani tebang bakar yang berlawanan dengan petani sedenter serta pedagang dan perompak laut Jermanik. Tak diketahui bagaimana, mengapa dan kapan "Finnr" mulai berarti Finlandia Asli khususnya (dari tempat di mana nama itu menyebar dari abad ke-15 ke atas untuk berarti penduduk keseluruhan negeri itu).
Salah satu dokumen pertama yang menyebutkan "tanah bangsa Finn" adalah 2 batu rune. Ada 1 di Söderby, Swedia, dengan prasasti finlont (U 582) dan 1 di Gotland, pulau milik Swedia di Laut Baltik, dengan prasasti finlandi (G 319) berasal ari abad ke-11.[1].
Finlandia adalah sebuah negara dengan ribuan danau dan pulau; 187.888 danau dan 179.584 pulau tepatnya. Salah satu danaunya, Saimaa, adalah yang ke-5 terbesar di Eropa. Bentuk tanah Finlandia kebanyakan datar dengan beberapa bukit dan titik tertingginya, Haltitunturi pada 1.328 m, berada di ujung utara Laplandia. Di samping banyak danau, lansekapnya juga didominasi oleh hutan pinus (sekitar 68% dari luas tanah) dan sedikit tanah subur.
Sebagian besar dari kepulauan ditemukan di barat daya, bagian dari kepulauan Åland, dan sepanjang tepi pantai selatan di Teluk Finlandia. Finlandia adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang tetap bertumbuh. Dikarenakan pengangkatan isostatik yang telah terjadi sejak zaman es terakhir, luas wilayah negara ini juga tumbuh sekitar 7 kilometer persegi setiap tahun.
Iklim di Finlandia Selatan adalah iklim menengah utara. Di Utara Finlandia, terutama di Laplandia, Finlandia, sebuah iklim subarktik mendominasi, dikarakterisasi dengan musim dingin yang sangat dingin dan musim panas yang hangat.
Seperempat dari wilayah Finlandia terletak di dalam Lingkaran Arktik, dan konsekuensinya Finlandia mengalami matahari tengah malam. Di titik paling utara Finlandia, matahari tidak terbenam selama 73 hari di waktu musim panas, dan tidak terbit untuk 51 hari dalam musim dingin.
Secara singkat, penduduk Finlandia kebanyakan terdiri dari mayoritas Suku Finn dan minoritas orang-orang Swedia Finlandia sehingga bahasa resminya adalah bahasa Finlandia dan Swedia. Bahasa minoritas lainnya adalah bahasa Rusia dan Estonia.
Populasi Finlandia kebanyakan berpusat di daerah selatan. Kota-kota di daerah itu adalah Daerah Metropolitan Helsinki yang mencakup Helsinki, Espoo, dan Vantaa. Kota-kota lainnya adalah Tampere, Turku, Oulu, Lahti, Kuopio dan Jyväskylä.
Finlandia menggunakan sistem semi-presidensial dengan parlemen. Presiden Finlandia bertanggung jawab terhadap kebijakan luar negeri sedangkan kekuasaan eksekutif dijalankan oleh kabinetnya, Valtioneuvosto atau Statsrådet, yang terdiri dari perdana menteri dan menteri untuk berbagai departemen.
Parlemen Finlandia yang disebut Eduskunta atau Riksdag beranggotakan 200 orang dan merupakan otoritas legislatif tertinggi di negara tersebut. Parlemen ini bisa mengubah Konstitusi Finlandia dan mengalahkan hak veto presiden. Legislasi bisa diusulkan oleh kabinet ataupun dari anggota Eduskunta yang dipilih untuk empat tahun dengan representasi proporsional.
Finlandia merupakan negara industri, memiliki ekonomi pasar-bebas, dengan produksi per kapita kira-kira sama dengan Britania Raya, Prancis, Jerman, dan Italia. Standar hidup di Finlandia tinggi. Sektor kunci ekonomi adalah produksi, terutama di bidang telekomunikasi. Perdagangan memiliki peran penting yang hampir mencapai sepertiga PDBnya. Finlandia mengimpor bahan mentah, energi, dan beberapa komponen barang produksi.
Karena iklimnya, perkembangan pertanian terbatas untuk mempertahankan kecukupan-sendiri. Kehutanan merupakan ekspor yang cukup penting, menyediakan pekerjaan sekunder bagi populasi pedesaan. Integrasi yang cepat dengan Eropa Barat, Finlandia meninggalkan mata uang markka dan beralih ke euro pada 1 Januari 1999.
Finlandia adalah sebuah negara kesejahteraan sehingga warga negaranya dikenai pajak yang besar, namun sebagai gantinya, mereka menikmati layanan sosial yang baik.
M/S Silja Symphony meninggalkan Helsinki. Kapal pesiar adalah aktivitas wisata utama di seluruh Finlandia.
Piwisata merupakan industri yang sedang berkembang di Finlandia dan di tahun-tahun terkini menjadi aspek penting ekonominya. Pada tahun 2005, pariwisata Finlandia mendapat keuntungan kotor lebih dari €6,7 milyar dengan pertumbuhan 5% dari tahun-tahun sebelumnya. Banyak pertumbuhan mendadak itu yang bisa dikaitkan ke globalisasi dan modernisasi negeri itu begitupun kebangkitan dalam publisitas dan kesadaran positif. Banyak daya tarik di Finlandia yang menarik lebih dari 4 juta pengunjung pada tahun 2005.
Bentang alam Finlandia ditutupi dengan hutan cemara yang lebat, perbukitan berombak dan dilengkapi dengan susunan danau dan pulau daratan yang rumit. Banyak daerah di Finlandia yang murni dan perawan sebab memiliki 35 taman nasional dari pesisir selatan Teluk Finlandia ke tebangan Laplandia yang tinggi. Ini juga kawasan urbanisasi dengan banyak peristiwa dan aktivitas budaya.
Feri komersial antara kota pesisir dan pelabuhan utama di kawasan Baltik, termasuk Helsinki, Turku, Tallinn, Stockholm dan Travemünde, memainkan peran penting dalam industri pariwisata setempat.


Seperti rakyatnya, budaya Finlandia amat asli dan banyak diwakili dalam bahasa Finlandia. Sepanjang masa prasejarah dan sejarah di daerah ini, persentuhan dan pengaruh budaya berbarengan datang di saat yang sama dari segala penjuru. Sebagai akibat 600 kekuasaan Swedia, pengaruh budaya Swedia masih bisa dilihat. Kini, pengaruh budaya dari Amerika Utara juga mendominasi. Dalam abad ke-21, banyak orang Finlandia yang mengalami persentuhan budaya dari daerah yang jauh, seperti Asia dan Afrika. Melalui pariwisata, para pemuda Finlandia khususnya telah banyak bersentuhan dengan orang-orang dari luar Finlandia dengan bepergian ke luar negeri untuk bekerja dan belajar.
Masih terdapat perbadaan antara kawasan, khususnya perbedaan kecil dalam logat dan kosakata. Minoritas seperti orang Sami, Swedia Finlandia, Romani, dan Tatar memelihara budaya mereka sendiri. Banyak orang Finlandia yang secara emosional terkait dengan pedesaan dan alam, karena urbanisasi masih menjadi fenomena baru.


Finlandia sejauh ini tercatat sebagai negara yang sangat sukses mengelola pendidikan. Dalam beberapa tahun terakhir, pendidikan di negara itu diakui sebagai yang terbaik di dunia. Tidak berhenti sampai di sini, negara Nordik di utara Eropa ini juga mampu mengintegrasikan dunia pendidikan, riset, dan industri.
Alur kasarnya, dunia pendidikan mencetak para ahli dan tenaga kerja terampil yang dibutuhkan lembaga riset maupun industri. Sebagian tenaga terampil masuk ke industri, sedangkan sebagian tenaga ahli masuk ke lembaga riset. Di lembaga riset para ahli menghasilkan temuan baru. Temuan dan inovasi lembaga riset ini kemudian dimanfaatkan industri.
Di luar itu, ada sebuah lembaga bernama Tekes. Lembaga ini bertugas mendanai penelitian dan mempromosikan inovasi. Jadi, lembaga riset tidak perlu pusing tujuh keliling mencari dana untuk penelitian.
Dari sistem terintegrasi itulah muncul inovasi-inovasi setiap tahunnya, baik dalam teknologi, sains, maupun jasa. Sistem yang telah berjalan selama bertahun-tahun ini pada akhirnya membentuk sebuah budaya inovasi.
Budaya ini mendorong orang untuk selalu berpikir tentang inovasi dan terobosan baru. Maka, jangan heran jika perusahaan telekomunikasi asal Finlandia, Nokia, hampir setiap tiga bulan sekali mampu menawarkan teknologi, fitur, maupun desain-desain baru.

Dengan mengintegrasikan dunia pendidikan, riset, dan industri, Finlandia mampu bersaing di tingkat global. Laporan tahunan Forum Ekonomi Dunia tahun 2004 menempatkan Finlandia pada urutan nomor satu negara yang ekonominya paling kompetitif di dunia. Tahun-tahun berikutnya Finlandia tidak pernah keluar dari 10 besar negara paling kompetitif. Tidak heran jika negara berpenduduk sekitar 5,2 juta jiwa (UN, 2005) ini memiliki pendapatan per kapita hingga 37.460 dollar AS (Bank Dunia, 2006) atau sekitar Rp 342 juta per tahun.
Jauh berbeda dengan Indonesia, di mana pengintegrasian dunia pendidikan, riset, dan industri baru sebatas wacana besar. Di sini, dunia pendidikan, riset, dan industri seolah jalan sendiri-sendiri. Akibatnya, banyak hasil penelitian di universitas dan lembaga penelitian hanya disimpan di dalam laci. Selain itu, pelaku industri selalu mengeluh karena lembaga pendidikan dianggap tidak mampu menghasilkan lulusan yang memenuhi kebutuhan pasar kerja.
Bagaimana pengintegrasian lembaga pendidikan, riset, dan industri bisa berjalan baik di Finlandia? Para pejabat Finlandia mengatakan, mereka meletakkan pendidikan dalam konteks ekonomi. Pemerintah Finlandia sadar benar bahwa mereka tidak akan mampu bersaing dengan Asia yang berbasis ekonomi biaya rendah. Karena itu, mereka bermain di wilayah ekonomi berbasis teknologi dan keahlian.
"Itulah sebabnya kami menanam investasi yang besar di bidang pendidikan dan pelatihan agar kami bisa mencetak tenaga ahli dan terampil yang nantinya menghasilkan inovasi," ujar Leo Pahkin, konselor pendidikan dari Badan Pendidikan Nasional Finlandia, pertengahan September lalu, di ibu kota Helsinki.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Fotret pendidkan finlandia

seluruh dunia.eringkat I dunia ini diperoleh Finlandia berdasarkanhasil surveiinternasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization forEconomic Cooperation and Development (OECD). Tes tersebut dikenal dengannama PISA mengukur kemampuan siswa di bidang Sains, Membaca, dan jugaMatematika. Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul secara akademis tapijuga menunjukkan unggul dalam pendidikan anak-anak lemah mental.Ringkasnya, Finlandia berhasil membuat semua siswanya cerdas. Lantas apakuncinya sehingga Finlandia menjadi Top No 1 dunia? Dalam masalah anggaranpendidikan Finlandia memang sedikit lebih tinggidibandingkan rata-rata negara di Eropa tapi masih kalah denganbeberapa negara lainnya.
Finlandia tidaklah mengenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar,memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, ataumemborbardir siswa dengan berbagai tes. Sebaliknya, siswa di Finlandiamulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengannegara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka justrulebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu. Bandingkan dengan Korea,ranking kedua setelah Finnlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jampermingguTernyata kuncinya memang terletak padakualitas gurunya. Guru-guru Finlandia boleh dikata adalah guru-guru dengankualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiriadalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji merekatidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justrumendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan dan hanya 1 dari7 pelamar yang bisa diterima, lebih ketat persaingainnyaketimbang masuk ke fakultas bergengsi lainnya seperti fakultas hukum dan
kedokteran! Bandingkan dengan Indonesia yang guru-gurunya dipasok olehsiswa dengan kualitas seadanya dan dididik oleh perguruan tinggi dengankualitas seadanya pula.

Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan dan pelatihan guru yangberkualitas tinggi tak salah jika kemudian mereka dapat menjadi guru-gurudengan kualitas yang tinggi pula. Dengan kompetensi tersebut mereka bebas
untuk menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulumyang mereka rancang sendiri, dan buku teks yangmereka pilih sendiri. Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian danevaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas
pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yangnghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing membuat kitacenderung mengajar siswa untuk lolos ujian, ungkap seorang guru di
Finlandia. Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukurdengan ujian. Pada usia 18 th siswa mengambil ujian untukmengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertigalulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK!
Inimembantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan merekasendiri, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia. Dankalau mereka bertanggungjawab mereka akan bekeja lebihbebas.Guru tidak harus selalu mengontrol mereka.Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencarisendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jikamereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Kita tidak belajarapa-apa kalau kita tinggal menuliskan apa yang dikatakan oleh guru. Disiniguru tidak mengajar dengan metode ceramah, Kata Tuomas Siltala, salahseorang siswa sekolah menengah. Suasana sekolah sangat santai dan
fleksibel. Terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekandan belajar menjadi tidak menyenangkan, sambungnya.Siswa yang lambat mendapat dukungan yang intensif. Hal ini juga yangmembuat Finlandia sukses. Berdasarkan penemuan PISA, sekolah-sekolah diFinlandia sangat kecil perbedaan antara siswa yang berprestasi baik danyang buruk dan merupakan yang terbaik menurut OECD.
Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagaikesempatan untuk memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menanganimasalah belajar dan prilaku siswa membuat program individual bagisetiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai,
umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu;berikutnya, bawa buku, dlsb. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perluuntuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha.Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka.
Menurut mereka, jika kita mengatakan "Kamu salah" pada siswa, maka haltersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akanmenghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukankesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengannilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Jadi tidak adasistem ranking-rankingan. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadapdirinya masing-masing.Ranking-rankingan hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir
siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya. Kehebatan sistempendidikan di Finlandia adalah gabungan antara kompetensi guru yangtinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen padakeberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Kalau saya gagal dalammengajar seorang siswa, kata seorang guru, maka itu berarti ada yangtidak beres dengan pengajaran saya! Benar-benar ucapan guru yangsangat bertanggungjawab.
Pahkin menjelaskan, sistem pendidikan di Finlandia dibangun dengan prinsip "pendidikan untuk semua". Laki-laki atau perempuan, warga miskin atau kaya didorong untuk mengasah otak dan keterampilan di lembaga pendidikan yang disediakan secara gratis. Mereka berkompetisi di sana dengan perlakuan yang sama. Hasilnya, setiap tahun selalu muncul siswa-siswa pintar dan berbakat di seluruh Finlandia.
Untuk orang dewasa, pemerintah menyediakan program pendidikan kejuruan seperti teknologi komunikasi dan informasi. Program ini terutama menargetkan para buruh yang tidak memiliki pendidikan dasar memadai. Dengan keterampilan tambahan, nilai mereka sebagai buruh menjadi lebih tinggi di dunia kerja.
Sampsa Vuorio, seorang guru di Torpparinmaki Comprehensive School, menjelaskan, pendidikan di Finlandia dijalankan dengan sangat demokratis. Sistem pendidikan Finlandia tak pernah memaksa siswa melakukan ini-itu dan mencapai target tertentu. Semua ditentukan oleh siswa sendiri dan orangtua.
"Kami sadar bahwa pendidikan adalah sebuah proses. Jadi, belajar harus sedikit demi sedikit. Kami hanya membantu memberi berbagai kemungkinan buat siswa," ujar Vuorio.
Target untuk setiap siswa juga berbeda. Ada siswa yang memiliki target tinggi dan ada yang tidak. "Para guru hanya seperti pelatih yang memberitahukan, kalau Anda melakukan ini, nilainya 6. Jika Anda melakukan itu, nilainya bisa 9," ujar Vuorio.
Sistem pendidikan juga tidak bersikap diskriminatif dan membeda-bedakan antara siswa pandai dan siswa kurang pandai. Karena itu, sekolah-sekolah di Finlandia tidak membuat ranking siswa. Selain itu, tidak ada siswa yang tidak naik kelas atau tidak lulus sekolah di Finlandia.
"Itu tidak ada gunanya. Saya kira tidak ada siswa pintar dan siswa bodoh. Yang ada adalah siswa yang belajar dengan cepat dan siswa yang agak lambat," ujar Vuorio.
Di Indonesia, sekolah-sekolah masih menetapkan ranking siswa. Selain itu, sistem pendidikan di Indonesia masih mengenal siswa yang tinggal kelas. Akibatnya, murid yang berada di peringkat rendah atau tidak naik kelas sering merasa rendah diri.
Sistem pendidikan, lanjut Vuorio, juga mendorong siswa untuk mengembangkan berbagai potensi yang mereka miliki. Karena itu, sekolah memberikan pelajaran atau pelatihan sesuai kebutuhan siswa.
Sekali lagi, sistem ini berbeda dengan yang berlaku di Indonesia. Di Indonesia, setiap siswa umumnya mempelajari pelajaran yang sama dengan target sama sesuai dengan kurikulum pemerintah.
Dalam proses pembelajaran, sekolah di Finlandia tidak mengajarkan sains dengan teori, tetapi langsung praktik di laboratorium. Dengan demikian, siswa bisa mengetahui apa yang terjadi dan mencari penyelesaiannya.
Untuk mengevaluasi sistem pendidikannya, Pemerintah Finlandia menggelar ujian nasional (UN). Namun, UN ini tidak diikuti oleh semua siswa dan tidak untuk semua mata pelajaran setiap tahunnya. "Kami mengambil secara acak siswa yang mengikuti UN. Hasilnya hanya kami gunakan untuk mengevaluasi sistem pendidikan kami, bukan untuk menentukan kelulusan. Soal penilaian atau kelulusan itu urusan sekolah," kata Pahkin.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan sistem pendidikan di Indonesia, di mana UN menentukan kelulusan siswa. Alih-alih meningkatkan kualitas pendidikan, sistem ini justru menghasilkan siswa-siswa yang stres.
Dengan sistem pendidikan seperti itu, Finlandia bisa bersaing di tingkat global. Berdasarkan hasil survei komprehensif pendidikan dunia tahun 2003, siswa-siswa Finlandia menempati urutan nomor satu untuk tes matematika, sains, dan bahasa.
Tidak berhenti sampai di situ. Pendidikan di sana telah mengubah Finlandia yang ekonominya semula ditopang hasil hutan dan pertanian menjadi negara industri berbasis teknologi tinggi.
Sementara, dunia pendidikan Indonesia yang setiap tahun disibukkan oleh urusan UN belum mampu membawa negeri ini bersaing di tingkat Asia, apalagi dunia.

Dari segi anggaran, Finlandia agak sedikit lebih tinggi dari negara lain — walau bukan yang tertinggi. Kegiatan sekolah juga hanya 30 jam per minggu. Tapi guru-guru di Finlandia adalah pilihan dengan kualitas terbaik. Untuk menjadi guru jauh lebih ketat persaingannya ketimbang melamar Fakultas Hukum atau Kedokteran. Guru juga diberi kebebasan dalam kurikulum, text-book, hingga metode pengajaran dan evaluasi.
Sistem pendidikan Finlandia memang unik. Remedial tidak dianggap sebagai kegagalan tapi untuk perbaikan. Orientasi dibuat untuk tujuan-tujuan yang harus dicapai. Penekanan ada di proses, bukan hasil. PR dan ujian tak musti dikerjakan dengan sempurna — yang penting murid menunjukkan adanya usaha. Ujian justru dipandang sebagai penghancur mental siswa.
Sejak awal, murid diajari bertanggung jawab mengevaluasi dirinya sendiri. Mereka didorong untuk bekerja secara independen. Guru tidak mesti selalu mengontrol mereka. Proses pembelajaran berjalan dua arah. Suasana sekolah boleh dibilang jadi lebih cair, fleksibel, dan menyenangkan. Namun efektif.
Guru juga tak pernah mengkritik murid yang justru dinilai membuat murid malu dan menghambat proses pembelajaran itu sendiri. Murid “boleh” berbuat kesalahan, namun guru akan memintanya untuk membandingkan dengan hasil sebelumnya. Memang tak ada sistem ranking di sini sehingga siswa merasa confident dan nyaman terhadap dirinya. Ranking dipandang hanya membuat guru berfokus pada murid-murid terbaik saja, bukan ke seluruh murid.
Finlandia sukses menggabungkan kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Di Finlandia, perbedaan antara murid berprestasi baik dan murid yang kurang sangatlah kecil. Kata seorang guru di Finlandia, “Kalau saya gagal dalam mengajar seorang murid, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya!”
Sedangkan di Indonesia malah ada sejumlah guru dan kepala sekolah yang dengan bangga tidak menaikkelaskan anak didiknya. Gagal mendidik kok bangga.
B. Pendidikan di indonesia
Menikmati pendidikan belasan tahun di Indonesia membuat saya miris. Penilaian berorientasi hasil, bukan proses. Pembinaan mengabaikan EQ dan SQ. Isinya hafalan, cara cepat membabat soal, dan “ilmu” yang ketika diingat malah makin membuat lupa — tanpa penekanan soal pemikiran kritis dan pembentukan sikap mental positif. Trilogi dasar aspek pendidikan kognitif-psikomotor-afektif (sengaja?) diabaikan.
Di Indonesia, kualitas guru di Indonesia juga masih (maaf) memprihatinkan. Lulusan sekolah menengah yang jempolan biasanya lari ke tempat yang mentereng: Ilmu Kedokteran, Teknik, Ekonomi, dan sebagainya. Praktis, mereka yang masuk Ilmu Pendidikan adalah “sisa” yang gagal bersaing masuk ke jurusan elit.
Contoh lain adalah UAN yang baru saja lewat beberapa waktu lalu. Sesuai PP 19/2005, UAN adalah indikator kelulusan. Namun banyak yang menilai UAN tak bermanfaat karena hanya mengkondisikan penyelewengan — demi anak didik dan sekolah terangkat citranya. Guru, kepala sekolah, dan bahkan pejabat daerah terlibat jadi tim sukses. Passing grade ditetapkan, tapi sarana, prasarana, dan sumberdaya belum terkondisikan. Begitu hasil jeblok, segala cara agar murid lulus, bukan dengan introspeksi. We want to look good, but didn’t want to be really good.
Sebagian menyayangkan jerih payah tiga tahun hanya ditentukan dalam tiga hari. Banyak murid cerdas diterima SPMB Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, tapi gagal dalam UAN. Murid cerdas justru terbebani mentalnya. Apalagi, andaikata tak lulus, mereka musti mengulang Paket C yang prestisenya kalah jauh. Dorongan belajar pada akhirnya justru sulit dibangkitkan dan hasil maksimal mustahil diperoleh.
Di sisi lain, kualitas pendidikan memang sedemikian rendahnya. Dengan passing grade yang cukup rendah dibanding negara tetangga, masih banyak juga yang tidak lulus. Ketika ada wacana untuk menaikkan standar, protes di sana-sini. Solusinya? Mungkin kembalikan saja ke sistem Ebtanas lama yang dirasa lebih “fair” dan tidak mengundang banyak masalah — sembari menunggu format UAN yang benar-benar pas buat negeri ini.
Atau, sebelum UAN, misalnya sekolah mengadakan seleksi intern sehingga hanya benar-benar murid yang siap yang bisa mengikuti UAN. Atau, UAN dilakukan dengan beberapa passing grade: yang nilainya sekian bisa mendaftar S1, yang sekian hanya bisa mendaftar diploma, yang kurang bisa mengulang tahun depan. Di Singapura, hanya murid tertentu yang qualified yang bisa lanjut S1, sementara sisanya masuk ke program diploma/poltek (atau TAFE kalau di Australia).
Atau, mencontek di negara maju, murid yang lulus UAN mendapat ijasah UAN, sementara yang tidak hanya memperoleh ijasah sekolah atau tanda tamat belajar. Di Inggris misalnya, setelah pendidikan wajib 16 tahun, murid bisa langsung kerja atau ambil A-Level selama dua tahun untuk persiapan kuliah. Di akhir program ada tes nasional dimana murid yang mendapat nilai A pada mata pelajaran utama bisa langsung masuk universitas favorit seperti Oxford, Cambridge, Imperial College, dan sebagainya.
Yang jelas, jika KBK/KTSP diterapkan, kita semua musti konsisten. Evaluasi harus berdasarkan proses. UAN tak perlu dipaksakan sebagai penentu kelulusan. Tapi sejauh mana kesiapan kita (terutama di daerah) untuk menerapkannya? Itu PR kita bersama.
Conclusion
Asumsikan 1 persen dari jumlah warga negara adalah jenius, maka “seharusnya” ada 2,2 juta orang berbakat di Indonesia. Masalahnya, bagaimana menemukan mereka, mengasah mereka, memberi mereka kesempatan, supaya mereka bisa mengembangkan potensinya. Indonesia bagus di fisika dan matematika. Indonesia juga jagoan badminton. Ada juga Crhisjon yang jago tinju. Ada juga anak pedagang rokok yang meraih juara dunia catur. Ada juga yang bisa menemukan ion motion control di elektrolit. Patut disayangkan mengapa pemerintah masih cuek dan belum piawai dalam mengasah intan mutu manikam.
Hipotesis sementara saya, pendidikan informal (dalam hal ini keluarga) masih jadi unsur terpenting untuk membentuk pribadi yang unggulan selama pemerintah belum mampu membangun sistem pendidikan yang benar-benar mumpuni. Keluarga jugalah yang jadi benteng melawan budaya instan dan pengaruh negatif lingkungan. Dan hipotesis alternatif saya, murid-murid SMP-SMA tak seburuk yang ditulis di media. Pengaruh 18.00-21.00 yang jauh lebih kuat daripada masa studi 7.00-13.00 juga jadi salah satu faktor yang mendistorsi kualitas mereka sebenarnya. Wajar kalau di Finlandia, sewaktu istirahat para guru dan muridnya bermain LEGO robotic. Sementara di Indonesia, murid-murid lebih suka ngerokok, pacaran, atau tawuran sewaktu istirahat.
Anyway, sekadar cerita di sebuah rumah sakit umum di Los Angeles, ada dua kamar bersalin yang saling bersebelahan. Yang satu adalah kamar VIP sementara kamar di sebelahnya kelas ekonomi dimana pasiennya negro. Hebatnya, semua diperlakukan dengan standar yang sama. Dokter dan suster melayani dengan tulus, menyambut kelahiran dengan bahagia, dan langsung menguruskan dokumen kelahirannya. Pemerintah federal juga memberikan susu dan makanan bayi selama 3 tahun. Kata mereka, “orang tuanya sih boleh miskin dan uneducated, tapi si jabang bayi ini nggak boleh miskin dan nggak boleh uneducated.”
Terkadang, kembang di kebun tetangga memang lebih pink. Dan bini tetangga juga lebih sip. Loh :D
C. Angaran pendidikan finlandia dan system penilaiannya
Dari segi anggaran, Finlandia agak sedikit lebih tinggi dari negara lain — walau bukan yang tertinggi. Kegiatan sekolah juga hanya 30 jam per minggu. Tapi guru-guru di Finlandia adalah pilihan dengan kualitas terbaik. Untuk menjadi guru jauh lebih ketat persaingannya ketimbang melamar Fakultas Hukum atau Kedokteran. Guru juga diberi kebebasan dalam kurikulum, text-book, hingga metode pengajaran dan evaluasi.

Sistem pendidikan Finlandia memang unik. Remedial tidak dianggap sebagai kegagalan tapi untuk perbaikan. Orientasi dibuat untuk tujuan-tujuan yang harus dicapai. Penekanan ada di proses, bukan hasil. PR dan ujian tak musti dikerjakan dengan sempurna — yang penting murid menunjukkan adanya usaha. Ujian justru dipandang sebagai penghancur mental siswa.
Sejak awal, murid diajari bertanggung jawab mengevaluasi dirinya sendiri. Mereka didorong untuk bekerja secara independen. Guru tidak mesti selalu mengontrol mereka. Proses pembelajaran berjalan dua arah. Suasana sekolah boleh dibilang jadi lebih cair, fleksibel, dan menyenangkan. Namun efektif.

Guru juga tak pernah mengkritik murid yang justru dinilai membuat murid malu dan menghambat proses pembelajaran itu sendiri. Murid “boleh” berbuat kesalahan, namun guru akan memintanya untuk membandingkan dengan hasil sebelumnya. Memang tak ada sistem ranking di sini sehingga siswa merasa confident dan nyaman terhadap dirinya. Ranking dipandang hanya membuat guru berfokus pada murid-murid terbaik saja, bukan ke seluruh murid.

Finlandia sukses menggabungkan kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Di Finlandia, perbedaan antara murid berprestasi baik dan murid yang kurang sangatlah kecil. Kata seorang guru di Finlandia, “Kalau saya gagal dalam mengajar seorang murid, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya!”

Sedangkan di Indonesia malah ada sejumlah guru dan kepala sekolah yang dengan bangga tidak menaikkelaskan anak didiknya. Gagal mendidik kok bangga.
Pendidikan di Indonesia

Menikmati pendidikan belasan tahun di Indonesia membuat saya miris. Penilaian berorientasi hasil, bukan proses. Pembinaan mengabaikan EQ dan SQ. Isinya hafalan, cara cepat membabat soal, dan “ilmu” yang ketika diingat malah makin membuat lupa — tanpa penekanan soal pemikiran kritis dan pembentukan sikap mental positif. Trilogi dasar aspek pendidikan kognitif-psikomotor-afektif (sengaja?) diabaikan.

Di Indonesia, kualitas guru di Indonesia juga masih (maaf) memprihatinkan. Lulusan sekolah menengah yang jempolan biasanya lari ke tempat yang mentereng (http://nofieiman.com/2006/10/top-tier-school-or-not/): Ilmu Kedokteran, Teknik, Ekonomi, dan sebagainya. Praktis, mereka yang masuk Ilmu Pendidikan adalah “sisa” yang gagal bersaing masuk ke jurusan elit.

Contoh lain adalah UAN yang baru saja lewat beberapa waktu lalu. Sesuai PP 19/2005, UAN adalah indikator kelulusan. Namun banyak yang menilai UAN tak bermanfaat karena hanya mengkondisikan penyelewengan — demi anak didik dan sekolah terangkat citranya. Guru, kepala sekolah, dan bahkan pejabat daerah terlibat jadi tim sukses. Passing grade ditetapkan, tapi sarana, prasarana, dan sumberdaya belum terkondisikan. Begitu hasil jeblok, segala cara agar murid lulus, bukan dengan introspeksi. We want to look good, but didn’t want to be really good.

Sebagian menyayangkan jerih payah tiga tahun hanya ditentukan dalam tiga hari. Banyak murid cerdas diterima SPMB Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, tapi gagal dalam UAN. Murid cerdas justru terbebani mentalnya. Apalagi, andaikata tak lulus, mereka musti mengulang Paket C yang prestisenya kalah jauh. Dorongan belajar pada akhirnya justru sulit dibangkitkan dan hasil maksimal mustahil diperoleh.

Di sisi lain, kualitas pendidikan memang sedemikian rendahnya. Dengan passing grade yang cukup rendah dibanding negara tetangga, masih banyak juga yang tidak lulus. Ketika ada wacana untuk menaikkan standar, protes di sana-sini. Solusinya? Mungkin kembalikan saja ke sistem Ebtanas lama yang dirasa lebih “fair” dan tidak mengundang banyak masalah — sembari menunggu format UAN yang benar-benar pas buat negeri ini.

Atau, sebelum UAN, misalnya sekolah mengadakan seleksi intern sehingga hanya benar-benar murid yang siap yang bisa mengikuti UAN. Atau, UAN dilakukan dengan beberapa passing grade: yang nilainya sekian bisa mendaftar S1, yang sekian hanya bisa mendaftar diploma, yang kurang bisa mengulang tahun depan. Di Singapura, hanya murid tertentu yang qualified yang bisa lanjut S1, sementara sisanya masuk ke program diploma/poltek (atau TAFE kalau di Australia).

Atau, mencontek di negara maju, murid yang lulus UAN mendapat ijasah UAN, sementara yang tidak hanya memperoleh ijasah sekolah atau tanda tamat belajar. Di Inggris misalnya, setelah pendidikan wajib 16 tahun, murid bisa langsung kerja atau ambil A-Level selama dua tahun untuk persiapan kuliah. Di akhir program ada tes nasional dimana murid yang mendapat nilai A pada mata pelajaran utama bisa langsung masuk universitas favorit seperti Oxford, Cambridge, Imperial College, dan sebagainya.

Yang jelas, jika KBK/KTSP diterapkan, kita semua musti konsisten. Evaluasi harus berdasarkan proses. UAN tak perlu dipaksakan sebagai penentu kelulusan. Tapi sejauh mana kesiapan kita (terutama di daerah) untuk menerapkannya? Itu PR kita bersama.
Conclusion

Asumsikan 1 persen dari jumlah warga negara adalah jenius, maka “seharusnya” ada 2,2 juta orang berbakat di Indonesia. Masalahnya, bagaimana menemukan mereka, mengasah mereka, memberi mereka kesempatan, supaya mereka bisa mengembangkan potensinya. Indonesia bagus di fisika (http://www.tofi.or.id/) dan matematika. Indonesia juga jagoan badminton. Ada juga Crhisjon yang jago tinju. Ada juga anak pedagang rokok yang meraih juara dunia catur (http://republika.co.id/online_detail.asp?id=292754&kat_id=23). Ada juga yang bisa menemukan ion motion control di elektrolit (http://www.sciencedaily.com/releases/2007/05/070508102827.htm). Patut disayangkan mengapa pemerintah masih cuek dan belum piawai dalam mengasah intan mutu manikam.

Hipotesis sementara saya, pendidikan informal (dalam hal ini keluarga) masih jadi unsur terpenting untuk membentuk pribadi yang unggulan selama pemerintah belum mampu membangun sistem pendidikan yang benar-benar mumpuni. Keluarga jugalah yang jadi benteng melawan budaya instan dan pengaruh negatif lingkungan. Dan hipotesis alternatif saya, murid-murid SMP-SMA tak seburuk yang ditulis di media. Pengaruh 18.00-21.00 (http://nofieiman.com/2006/12/sinetron-indonesia-dan-pembodohan/) yang jauh lebih kuat daripada masa studi 7.00-13.00 juga jadi salah satu faktor yang mendistorsi kualitas mereka sebenarnya. Wajar kalau di Finlandia, sewaktu istirahat para guru dan muridnya bermain LEGO robotic. Sementara di Indonesia, murid-murid lebih suka ngerokok, pacaran, atau tawuran sewaktu istirahat.

Anyway, sekadar cerita di sebuah rumah sakit umum di Los Angeles, ada dua kamar bersalin yang saling bersebelahan. Yang satu adalah kamar VIP sementara kamar di sebelahnya kelas ekonomi dimana pasiennya negro. Hebatnya, semua diperlakukan dengan standar yang sama. Dokter dan suster melayani dengan tulus, menyambut kelahiran dengan bahagia, dan langsung menguruskan dokumen kelahirannya. Pemerintah federal juga memberikan susu dan makanan bayi selama 3 tahun. Kata mereka, “orang tuanya sih boleh miskin dan uneducated, tapi si jabang bayi ini nggak boleh miskin dan nggak boleh uneducated.”
Terkadang, kembang di kebun tetangga memang lebih pink. Dan bini tetangga juga lebih sip.
Daftar rujukan

Tidak ada komentar: