Selasa, 10 Februari 2009

Pemimpin redaksi Sudan dituntut hukuman mati

Kerumunan orang yang marah mendesak pemimpin redaksi suratkabar Sudan dihukum mati karena menerbitkan artikel yang dianggap mempertanyakan orang tua Rasul Muhammad


Pemred diduga tokoh Islamis

Ratusan orang yang melambaikan bendera dan berteriak Allahu Akbar berunjuk rasa diluar pengadilan sementara Mohamed Taha Mohamed Ahmed diajukan pengadilan karena penerbitan sebuah artikel.

Suratkabar Al Wifaq yang ia pimpin dilarang terbit selama tiga hari sejak hari Jumat.

Kerumunan orang tersebut diawasi polisi anti huru hara, yang sudah bentrok dengan para pengunjuk rasa hari Kamis.

'Kesalahpahaman'

"Para hakim Sudan, bela kehormatan Rasul," tulis salah satu spanduk.

"Pengadilan harus menghukumnya, ini penghinaan bukan hanya kepada masyarakat, ini adalah penghinaan terhadap Rasul," kata seorang pria.


Kebebasan media tidak berlaku dalam kaitanya dengan penghormatan kepada agama

Ali Shumi, Dewan Pers Sudan

Pengunjuk rasa berpidato dengan menggunakan pengeras suara, membagikan pernyataan menuntut pemerintah menyerahkan Taha agar dapat mereka bunuh.

Taha adalah wartawan Islamis terkemuka dan berhubungan erat dengan kelompok politik Persaudaraan Islam.

Ia belum mengomentari tuduhan yang diarahkan kepadanya tetapi seorang wartawan suratkabarnya mengatakan terjadi suatu "kesalahpahaman yang besar".

Pihak yang dianggap menghina Islam dapat dihukum mati di Sudan

Ali Shumi, pimpinan Dewan Pers Sudan mengatakan artikel tersebut menghina Nabi Muhamad.

Ia menyangkal tuduhan tersebut merupakan pelanggaran kebebasan media.

"Kebebasan media tidak berlaku dalam kaitannya dengan penghormatan terhadap agama. Bukan hanya Islam. Jika anda mengatakan hal yang sama tentang Yesus anda juga menghadapi hukuman yang sama,"katanya.

Wartawan BBC di Khartoum, Jonah Fisher, mengatakan terdapat 15 suratkabar yang beredar di Sudan. Tetapi yang terjadi di lapangan adalah praktek sensor diri dan penyensoran besar besaran sebelum artikel diterbitkan.

Fleksibel

Truk tentara ditempatkan diluar kantor Al Wifaq di sebuah jalan di Khartoum tengah.

Wartawan Al Wifaq, Hamed Abdul-Latif, mengatakan suratkabarnya tidak menulis artikel tersebut. Mereka mencetak kembali sebuah karangan yang ditulis sejarahwan Islamis terkenal Maqreezi.

Taha mengomentari artikel tersebut, menolak isi tulisan tersebut, kata Hamed.

Hukum Sharia Islam berlaku di Khartoum sejak tahun 1983. Dalam beberapa tahun terakhir muncul fleksibiltas pengadilan dalam menerapkan hukum Islam.

Penerapan Sharia memicu pemberontakan kelompok Kristen dan Animis di Sudan selatan yang berakhir permulaan tahun ini.

Tidak ada komentar: